Kompas - Peran media massa, khususnya televisi, yang sangat besar memengaruhi kehidupan masyarakat. Dengan posisi itu, televisi mengambil alih tanggung jawab pembangunan karakter bangsa. Kondisi itu justru membahayakan karena tayangan televisi cenderung abai dengan nilai dan lebih mementingkan kepentingan modal.

Hal itu dikatakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi saat membuka sarasehan menjelang Muktamar NU ke-32 bertema "Menciptakan Tayangan Televisi yang Beretika dan Edukatif" di Jakarta, Rabu (27/1).

Tayangan televisi sering kali bertentangan dengan nilai agama, pendidikan, dan sosial dengan banyaknya acara tak mendidik, ghibah (gosip), klenik, dan kekerasan. Media tidak boleh menjadi alat perusak tatanan nilai masyarakat.

Menurut Hasyim, pembangunan karakter bangsa seharusnya menjadi tanggung jawab negara yang dibagi dalam bidang pendidikan, agama, budaya, hubungan antaretnis, dan media. Namun, semua bidang itu diambil alih oleh media.

Interaksi masyarakat dengan televisi setiap hari jauh lebih banyak dibandingkan dengan orangtua, guru, ataupun tokoh agama. Kondisi itu membuat masyarakat menjadi bersikap hedonis dan instan.

Meresahkannya tayangan televisi juga diungkapkan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Andreas A Yewangoe. Selain banyak menayangkan tayangan tidak bermutu, televisi juga tidak mengajarkan cara berbahasa Indonesia yang baik. Siaran televisi nasional membuat masyarakat pedalaman Papua pun akrab dengan dialek Jakarta.

Anggota Komisi I DPR, Effendy Choirie (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Jawa Timur X), mengatakan, lembaga penyiaran seharusnya berfungsi sebagai media informasi, kontrol, pendidikan, dan hiburan.

Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara mengatakan, jumlah tayangan infotainment di televisi swasta rata-rata 14 jam per hari dengan penonton lebih dari 10 juta pemirsa serta dengan rating dan pemasukan iklan yang tinggi. Tayangan infotainment, ujar Leo, justru merusak demokrasi. Tugas pers dalam demokrasi adalah menginformasikan kebenaran kepada masyarakat.

Amar Ahmad, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), mengatakan, KPI memiliki keterbatasan dalam memantau semua tayangan di televisi. Karena itu, KPI sangat membutuhkan laporan dari masyarakat.(MZW/DAY)  - http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/28/02505543/.pembangunan.karakter.tanggung.jawab.negara.

Jangan lupa tinggalkan komentarnya untuk postingan Peran Media, Pembangunan Karakter Tanggung Jawab Negara.

0 komentar:

Posting Komentar